Halaman

Senin, 28 Juni 2010

Kita ternyata lebih sempurna


Aku pengen banget bisa melihat jelas tanpa menggunakan kacamata, tapi ketika kulihat diujung jalan sana, ada orang BUTA yang berjalan dengan penuh senyum dan tawa. Aku malu dengan mereka
Aku ingin punya sepatu mahal tak terkira, tapi KETIKA kulihat seorang penambal ban yang BUNTUNG KAKINYA. Bertarung keras dari kejamnya dunia. Aku malu dengan mereka
Aku ingin punya suara yang merdu mempesona, tapi KETIKA kudengar suara yang tidak jelas dari seorang BISU yang melakukkan komunikasi dengan susah payah. Aku malu dengan mereka.
Aku ingin selalu mendengarkan lagu-lagu ter’update setiap harinya, tapi KETIKA kulihat seorang yang TULI berkomunikasi dengan tangannya. Aku malu dengan mereka.

Ternyata fisik ku lebih sempurna dari mereka, sedangkan tubuh ini setiap harinya kugunakan untuk hal yang sia-sia. Aku malu dengan mereka

Sering kali ku baru tersadar kesempurnaan raga ini merupakan salah satu nikmat yang tak terkira. Karena seandainya seorang yang cacat ingin berbagi dengan kita mungkin saja mereka akan berkata:
Sang buta ingin berkata,, “Hey yang ada disana, pandanglah saya dengan rasa,. Engkau telah terposana dengan keindahan dunia. sadarlah engkau yang dititipi mata”
Sang buntung ingin berkata.. “Aku ingin berlari mengejar matahari seperti anda, merasakan angin yang mengalir lembut didada. Kemanakah engkau melangkah hari ini? Sadarlah engkau yang dititipi kaki”
Sang bisu seperti ingin berteriak dengan lantang.. “Hey aku ingin berbicara dengan anda, berapa kata yang hari ini anda keluarkan sia-sia? Sadarlah engkau yang dititipi lisan yang dapat berbicara”  
Sang tuli ingin berkata.. “Aku ingin mendengarkan kicauan burung yang kata orang sangat mempesona, sambil mengaggumi kekuasan-Nya. Wahai orang yang mampu mendengar, kau gunakan untuk apa telingamu hari ini. Sadarlah engkau yang dititipi telinga”

Pelajaran ini tak akan kau temui disekolah manapun, engkau hanya akan mendapatkannya disekolah kehidupan. Gurumu hanya rasa syukur dan kemauan melihat sekitar karena kita lebih beruntung dari mereka.
Bukalah matamu kawan, karena nikmat Allah telah, sedang dan akan engkau rasakan. Nikmat yang selama ini kita lupakan. Tapi Allah takkan pernah lupa memberi nikmat pada kita.
“fabiayia alaa irobikumatukadzibaan”
Maka nikmat tuhan manakah yang kau dustakan
Semoga bisa menjadi sarana instropeksi bersama

Selasa, 01 Juni 2010

Indahnya Ukhuwah, indahnya hidup ini

Gue pernah menuliskan sebuah artikel yang berjudul “Aku ingin memiliki sahabat seperti mereka”. Sebuah gambaran, betapa berbeda sifat dan kepribadian yang dimiliki oleh mereka tapi mereka mampu memperat dan mengokohkan ukhuwah yang dijalin. Mereka bagaikan satu tubuh yang saling mengisi tanpa membedakan derajat dan kekayaan yang dimiliki. Karena tali yang mengikat mereka bukanlah karena suatu kelompok, golongan, ataupun kesamaan prinsip, tapi yang mengikat persaudaraan mereka adalah Allah. 

Betapa indahnya hidup ini jika kita bisa mempererat tali ukhuwah diantara kita sehingga perbedaan yang terjadi tak akan mampu mempecah belah persaudaraan kita. sebagaimana Allah berfirman dalam Al Quran, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” Dan Rasulullahpun menambahkan “Orang mukmin itu ibarat satu tubuh, apabila ada anggota tubuhnya sakit maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya.” Di hadis lain pun Rasul bersabda, “Barangsiapa yang hendak merasakan manisnya iman, hendaklah ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”. Dan Rasul menghimbau agar kita saling menjaga ukhuwah, “Sesungguhnya seorang muslim apabila bertemu saudaranya yang muslim, lalu ia memegang tangannya(berjabat tangan), gugurlah dosa-dosa keduanya sebagaimana gugurnya daun dari pohon kering yang ditiup angin kencang. Sungguh diampuni dosa mereka berdua, meski sebanyak buih dilautan.”(HR.Tabrani).

Ada sebuah kisah kisah yang mungkin bisa kita teladani dalam menjaga ukhuwah. Kisah yang terjadi antara pemimpin NU (K.H Idham Cholid) dan pemimpin Muhammadiyah (Buya Hamka) ketika sedang melakukkan perjalanan ketanah suci, kurang lebih seperti ini : ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju tanah suci didalam sebuah kapal laut, saat melakukan sholat subuh berjamaah, para pengikut Nadhlatul Ulama heran saat Idham Cholid (tokoh NU) yang mempunyai kebiasaan menggunakan doa qunut dalam kesehariannya, malah tidak memakai doa qunut tatkala Buya hamka dan sebagian pengikut Muhammadiyah menjadi makmumnya.

Demikian pula sebaliknya, tatkala Buya hamka mengimami sholat subuh, para pengikut Muhammadiyah merasa heran ketika Buya hamka membaca doa qunut karena Idham cholid dan sebagian pengikut NU menjadi makmumnya. Mereka malah berpelukan mesra setelah sholat bagaikan saudara seiman yang saling menguatkan, saling menghormati, dan saling berkasih sayang. Jujur gue terharu membaca kisah ini. Betapa kebesaran jiwa mereka mampu menjaga ukhuwah yang terjalin, padahal mereka memiliki perbedaan-perbedaan yang mendasarinya. Mereka mampu menjaga perasaan diantara keduanya. Kita bandingkan dengan saat ini, dimana masing-masing kelompok merasa dirinya sendiri paling benar dan kadang malah memaksakan pendapatnya atas yang lain.

Mari kita bersatu, karena perbedaan itu adalah rahmat. Dan islam adalah rahmatan lil alamin
wallahu a’lam bishowab